Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengembangan Materi Ajar: Membiasakan Berpikir Kritis dan Semangat Mencintai IPTEK


A. Capaian Pembelajaran (CP)

Peserta didik dapat menganalisis Al-Qur’an dan Hadis tentang berpikir kritis, ilmu pengetahuan dan teknologi, toleransi, memelihara kehidupan manusia, musibah, ujian, cinta tanah air dan moderasi beragama; mempresentasikan pesan-pesan Al-Qur’an dan Hadis tentang pentingnya berpikir kritis (critical thinking), ilmu pengetahuan dan teknologi, toleransi, memelihara kehidupan manusia, musibah, ujian, cinta tanah air dan moderasi beragama; membiasakan membaca Al-Qur’an dengan meyakini bahwa berpikir kritis, ilmu pengetahuan dan teknologi, toleransi, memelihara kehidupan manusia, musibah, ujian, cinta tanah air dan moderasi beragama adalah ajaran agama; membiasakan sikap rasa ingin tahu, berpikir kritis, kreatif, dan adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi, toleransi, peduli sosial, cinta damai, semangat kebangsaan, dan tanggung jawab, sabar, tabah, pantang menyerah, tawakal, dan selalu berprasangka baik kepada Allah Swt. dalam menghadapi ujian dan musibah, cinta tanah air, dan moderasi dalam beragama.

B. Tujuan Pembelajaran (TP)

v  Membaca dengan tartil Q.S. Ali ‘Imrān/3: 190-191 dan QS. ar-Rahmān/55: 33, serta Hadis tentang berpikir kritis dan ilmu pengetahuan dan teknologi.

v  Menghafalkan dengan fasih dan lancar Q.S. Ali Imrān/3: 190-191 dan QS. ar-Rahmān/55: 33, serta Hadis tentang berpikir kritis dan ilmu pengetahuan dan teknologi

v  Mempresentasikan tentang Q.S. Ali ‘Imrān/3: 190-191 dan Q.S. ar- Rahmān/55: 33, serta Hadis tentang berpikir kritis dan ilmu pengetahuan dan teknologi,

v  Terbiasa membaca Al-Qur’an dengan meyakini bahwa berpikir kritis dan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah perintah agama, serta membiasakan rasa ingin tahu, berpikir kritis, kreatif, dan adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

v  Menganalisis Q.S. Ali ‘Imrān/3: 190-191 dan Q.S. ar-Rahmān/55: 33, serta Hadis tentang berpikir kritis dan ilmu pengetahuan dan teknologi.

C. Keterkaitan Materi Dengan Mata Pelajaran Lainnya

Jika ditelusuri, materi berpikir kritis dapat ditemukan juga di mata pelajaran (mapel) PPKn, khususnya yang membicarakan tentang Hak dan Kewajiban warga negara dalam perspektif Pancasila; Wawasan Nusantara dalam konteks NKRI; dan Integrasi Nasional dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.

Begitu juga jika dikaitkan dengan mapel Sejarah, khususnya pada Kompetensi Dasar (KD) Menggunakan Prinsip-prinsip Dasar Penelitian Sejarah; Menganalisis proses interaksi antara tradisi lokal, Hindu-Buddha, dan Islam di Indonesia, semua itu sangat dibutuhkan adanya berpikir kritis.

Selanjutnya, pada mapel Sosiologi secara nyata dan jelas sangat dibutuhkan adanya berpikir kritis, itu didapatkan pada materi ajar: mengenal sifat dan fungsi stratifikasi sosial; reintegrasi sosial di masyarakat; serta proses integrasi sosial dan faktor-faktor pendorongnya.

Jika dikaitkan dengan iptek, maka dapat ditemukan pada mapel Antropologi pada materi ajar Pengaruh Iptek pada Budaya Lokal.

D. Uraian Bahan Ajar

1.    Dali Al-Qur’an

Q.S. Ali ‘Imrān/3: 190-191

žcÎ) Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur È@øŠ©9$# Í$pk¨]9$#ur ;M»tƒUy Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ tûïÏ%©!$# tbrãä.õtƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbr㍤6xÿtGtƒur Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $uZ­/u $tB |Mø)n=yz #x»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ysö6ß $oYÉ)sù z>#xtã Í$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ  

Terjemah:

190.  Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,

191.  (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.

 

uŽ|³÷èyJ»tƒ Çd`Ågø:$# ħRM}$#ur ÈbÎ) öNçF÷èsÜtGó$# br& (#räàÿZs? ô`ÏB Í$sÜø%r& ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur (#räàÿR$$sù 4 Ÿw šcräàÿZs? žwÎ) 9`»sÜù=Ý¡Î0 ÇÌÌÈ  

Terjemah:

33.     Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.

2.      Asbabun Nuzul dari Al-Quran surat Ali ‘Imrān/3: 190-191

Diriwayatkan dari Aisyah Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Ya Aisyah saya malam ini ingin beribadah kepada Allah.” Dijawab oleh Aisyah, “Sungguh saya senang berada di sampingmu, saya tidak keberatan. Maka bangunlah Rasulullah, mengambil air wudhu, lalu shalat yang lama sekali. Beliau menangis sampai membasahi pakaiannya, disebabkan sangat dalamnya merenungkan isi kandungan Al-Qur’an yang dibaca. Hal itu dilakukan berkali-kali, sampai menjelang adzan shubuh, dan saat Bilal hadir, masih melihat kondisi Nabi yang menangis. Lalu Bilal bertanya, “Ya Rasulullah, kenapa Anda masih menangis. Bukankah Allah Swt. sudah mengampuni semua dosa engkau, baik terdahulu maupun yang akan datang,” lalu dijawab oleh Nabi: “Tidak pantaskah saya ini menjadi hamba Allah yang bersyukur, apalagi di malam ini Allah menurunkan ayat yang alangkah ruginya, jika dibaca ayat ini, namun tidak dihayati makna dan isi kandungannya.” Ayatayat tersebut adalah termasuk Q.S. Ali ‘Imrān/3: 190-191.

3.     Isi kandungan Al-Quran surat Ali ‘Imrān/3: 190-191

Isi kandungan Al-Quran surat Ali ‘Imrān/3: 190-191: Memahami ayat Al-Qur’an, tidak cukup hanya berdasar terjemah saja, tetapi harus berlandaskan kepada buku tafsir yang mu’tabar (otoritatif).

Berikut ini, kandungan isi Q.S. Ali Imrān/3: 190-191:

v  Begitu banyak tanda-tanda kebesaran Allah Swt. yang dibentangkan di langit dan bumi, termasuk pada diri manusia, semua itu harus dijadikan sebagai sarana berpikir bagi umat manusia, khususnya orang beriman, agar dapat mengambil manfaat, faedah, dan hikmah dari keberadaan alam semesta.

v  Penciptaan alam semesta, meliputi silih bergantinya siang dan malam, pusaran angin, keteraturan lintasan benda-benda langit, dan bumi dengan segala isinya, semua itu jangan hanya dijadikan sebagai peristiwa biasa, tanpa hikmah dan tujuan, tetapi harus dipikirkan, diteliti, dan dieksplorasi, sehingga keberadannya semakin terbuka dan dapat diambil sisi positif dan negatifnya melalui akal pikiran serta akal budi yang dimiliki oleh setiap orang;

v  Semua manfaat, faedah, dan hikmah dari beragam peristiwa yang tersebar di alam semesta tersebut, hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang memiliki akal pikiran yang sehat serta akal budi yang dikenal dengan istilah ulil albab atau ulul albab;

v  Ulil Albab adalah orang yang memiliki akal pikiran yang lurus, nurani yang bersih, serta menjadi hamba Allah Swt. yang mengisi setiap waktunya untuk memikirkan segala penciptaan dan peristiwa di alam raya ini, sehingga menghasilkan kesimpulan bahwa semua ini membawa manfaat, tidak ada yang sia-sia, akhirnya hidupnya semakin dekat (taqarrub) kepada Allah Swt.;

v  Tanda lain Ulil Albab adalah mereka yang dalam kondisi apapun (duduk, berdiri, dan berbaring) yang artinya juga saat mampu, kaya, atau terpuruk, kondisi riang gembira, atau sedih, semua itu tidak menghalangi untuk mengambil maslahat dari segala ciptaan Allah Swt. baik untuk diri sendiri, lingkungan yang mengitarinya, maupun masyarakat secara luas;

v  Ulil Albab juga melakukan pemikiran kritis, utuh, obyektif, dan seimbang terhadap segala problema yang muncul, sehingga buah pemikirannya memberi banyak manfaat, jauh dari kebencian dan sengketa, apalagi kecancuan dan kebimbangan, akhirnya memunculkan kedamaian, kesejukan, serta solusi terbaik bagi semuanya;

v  Setiap orang beriman sangat dituntut, agar penggunaan akal pikiran dan akal budinya, menghasilkan kesadaran diri bahwa semua penciptaan itu bersumber dari Allah. Selanjutnya, mengajak diri dan orang lain, agar semakin dekat (taqarrub) kepada Allah Swt. Melalui pendekatan tersebut, keselamatan dan kesuksesan dunia akhirat dapat diraih, akhirnya terhindar dari kesengsaraan, kegagalan dan kehinaan;

v  Seperti peran dari ulil albab, Ayat ini mengajak juga agar di setiap komunitas dan masyarakat, bahkan dalam lingkup yang lebih luas, ada kelompok orang yang berperan sebagai pemikir dan penengah dari problema yang muncul, sehingga terhindar dari hoax, berita bohong, dan informasi yang tidak benar.

 4.           Hadits tentang berpikir kritis dan jelaskan isi kandungannya

عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَاللُّٰ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُاللِّٰ صَلَّى اللُّٰ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تَفَكَّرُوْا فِي خَلْقِ اللِّٰه وَلَا تَفَكَّرُوا فِي ذَاتِ اللِّٰه فَتَهْلِكُوْا [رواه ابو الشيخ]

Terjemah:

Dari Abi Dzar r.a. Nabi Saw. bersabda: “Pikirkanlah mengenai segala sesuatu (yang diciptakan Allah), tetapi janganlah kalian memikirkan tentang Dzat Allah, karena kalian akan rusak/binasa” (H.R. Abu Syeikh).

 

v  Isi Hadis tersebut membimbing kepada kita agar selalu berpikir kritis atau berpikir positif (positive thinking), yakni memikirkan tentang ciptaan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Maksudnya, kita digalakkan untuk berpikir, meneliti dan mengkaji segala hal yang terkait dengan makhluk ciptaan-Nya, tetapi dilarang memikirkan Dzat-Nya. Akal pikiran tidak akan sampai jika kita memikirkan Dzat Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena keterbatasan akal manusia.

v  Terlarang memikirkan Dzat Allah Swt. itu disebabkan: jika dipikir Dzat Allah, pasti akal dan segala potensi yang dimiliki manusia tidak mampu mencapainya. Sebagaimana Rasulullah Saw. menuntun kita dalam menggunakan akal dan kalbu yang dipikirkan hanya makhluk-Nya saja, agar tidak sesat pikir, yang akhirnya menjadi sesat jalan.

v  Harus menjadi kesadaran bersama, bahwa berilmu, yang awalnya dimulai dari proses berpikir, obyeknya hanya di seputar makhluk dan alam semesta, termasuk dirinya sendiri. Jangan sampai melampaui kapasitas akal, yakni berpikir tentang Dzat Allah Subhanhu wa Ta'ala.

v  Berpikir itu ada batasnya, tidak sebebas-bebasnya. Ada batas yang tidak boleh dilalui dan harus berhenti, karena jika tidak, manusia sendiri yang mengalami kebingungan dan kekacauan dalam hidupnya. Ini tentu tidak dikehendaki, karena penggunaan akal pikiran dan akal budi, bermuara kepada semakin dekatnya kepada Allah Subhanhu wa Ta'ala, bukan malah menjauh dari-Nya. 

5.           Bijak Terhadap Informasi

Rasulullah Saw. bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللِّٰ صَلَّى اللُّٰ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ  [رواه مسلم]

Terjemah:

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam Bersabda: “Cukuplah seseorang disebut pendusta orang yang mengatakan (membicarakan) semua yang ia dengar” (HR. Muslim).

 

Penjelasan Hadits:

Jika seseorang mendapatkan berita, lalu diungkapkan seluruh informasinya tanpa landasan syariah yang benar, maka Rasulullah Saw. menyebutnya sebagai pendusta. Hal ini, karena siapa saja yang mendengar berita, tanpa adanya seleksi, maka sama saja berdusta.

Hadis ini, memberi pelajaran penting, agar membiasakan menyaring nformasi. Jika mempunyai berita dan ilmu, semestinya disampaikan kepada pihak lain, namun harus tetap mengikuti prinsip-prinsip yang sudah digariskan oleh Allah Swt.

Hadis ini, memberi pelajaran penting, agar membiasakan menyaring informasi. Jika mempunyai berita dan ilmu, semestinya disampaikan kepada pihak lain, namun harus tetap mengikuti prinsip-prinsip yang sudah digariskan oleh Allah Swt.

Dalam Q.S. az-Zumar/39: 18 Allah berfirman:

الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ اَحْسَنَهٗ ۗ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ هَدٰىهُمُ اللُّٰه وَاُولٰۤىِٕكَ هُمْ اُولُوا الْاَلْبَابِ* الزمر/39 :18*

Terjemah:

Artinya: (yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan, lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat (Q.S. az-Zumar/39: 18)

Ayat ini mengandung penjelaskan, yakni: (1) Ciri ulil albab, yaitu orang yang gemar mengumpulkan beragam informasi, tetapi berusaha memilah dan memilihnya yang terbaik dan paling membawa maslahat/ kebaikan. (2) Berisi informasi tentang ketuhanan, ajaran akhlak-moral, prinsip hidup dari berbagai sumber. (3) Selalu melakukan tabayyun atau konfirmasi.

Tabayyun itu sangat penting, karena segala sesuatu yang diucapkan, dengar, dan disampaikan, harus dipertanggungjawabkan di sisi Allah Swt. Hal ini sejalan dengan Q.S. al-Isrā’/17: 36.

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا

Terjemah:

"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya (Q.S. al-Isrā’/17: 36)

Bukan hanya itu, tabayyun juga dapat menjauhkan dari prasangka buruk, fitnah dan ghibah. Sebagai makhluk sosial, manusia banyak melakukan interaksi. Menjadi sangat indah, jika interkasi tersebut, yang diserap hanya informasi secara baik. Ini penting sekali, karena saat ini arus informasi yang masuk semakin deras. Jangan ditelan bulat-bulat seluruh informasi yang diterima, tetapi harus ada proses seleksi, karena informasi menjadi sarana paling efektif memengaruhi pola pikir seseorang.

Pola pikir inilah yang membentuk tingkah laku. Jika informasi yang diserapnya tidak baik, maka besar kemungkinan perilaku yang muncul akan buruk. Sebaliknya, bila informasi yang diserapnya sarat dengan kebaikan, maka sikap dan perilaku orang tersebut akan baik. Sebab itu, patut sekali bila di tengah derasnya informasi, kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar diberi kemampuan untuk tetap konsisten dalam kebaikan, agar keimanan terjaga dari segala distorsi.

6.      Keterkaitan Antara Fikr, 'Ilm, Dhann, Syakk, Dan Wahm

Berpikir terambil dari bahasa Arab, yakni الفكر, berarti kekuatan yang menembus suatu obyek, sehingga menghasilkan pengetahuan. Jika pengetahuan itu didukung bukti-bukti kuat, dinamakan علم/’ilm (Q.S. atTakatsur/102: 3-5). Jika buktinya belum meyakinkan, namun kebenarannya lebih dominan, disebut ظن (dhann/dugaan)/Q.S. al-Hujurat/49: 12. Selanjutnya, jika kemungkinan benar dan salahnya seimbang disebut شك (syakk/keraguan). Sementara jika tidak didukung bukti, atau bukti tersebut lemah, sehingga kemungkinan salahnya lebih besar disebut وهم (wahm). 

7.     Hubungan Antara Berpikir dan Kemuliaan Manusia

Berpikir menjadi ciri khas manusia. Disebabkan kemampuan berpikir, manusia menjadi makhluk yang dimuliakan Allah Swt. sebagaimana Q.S. al-Isrā’/17: 70 sebagai berikut:

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْٓ اٰدَمَ وَحَمَلْنٰهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلْنٰهُمْ عَلٰى كَثِيْرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلاً

Terjemah:

Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna. (Q.S. al-Isra/17: 70) 

Peran sebagai khalifah, diamanahkan kepada manusia, karena faktor berpikir juga. Karena, kemampuan berpikirlah, akan diserap, didapat dan ditemukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah/2: 30 menggambarkan dialog antara Malaikat, Adam, dan Allah Swt. tentang terpilihnya manusia menjadi khalifah di muka bumi, dikarenakan unggulnya ilmu yang dimiliki Adam.

Menarik untuk merenungkan dialog tersebut bahwa segala seuatu itu sebelum diputuskan, harus ada dialog dan musyawarah terlebih dahulu. Lalu diputuskan mana argumen dan pemikiran yang paling matang dan unggul untuk dipakai sebagai sebuah keputusan. Itu artinya Islam sangat menekankan adanya berpikir kritis, silakan menyodorkan argumen yang sahih, dan proses dialog yang bijak, sehingga hasilnya membawa kebaikan untuk semua

Banyak ditemukan ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang pengetahuan yang bersumber pada akal pikiran atau rasio. Perintah untuk menggunakan akal dengan berbagai macam bentuk kalimat dan ungkapan merupakan suatu indikasi yang jelas untuk hal ini. Tetapi, tidak sedikit paparan ayatayat yang mengungkap tentang pengetahuan yang bersumber pada intuisi (hati atau perasaan) terdalam.

Menata ulang cara berpikir, mendayagunakan akal, dan menimbangnimbang sebuah problematika untuk mencari solusi dan menemukan kebenaran, menjadi hal yang niscaya. Itulah sebabnya, Islam menekankan agar akal pikiran harus dijaga betul, jangan sampai diperlemah, baik berasal dari faktor internal maupun eksternal, misalnya tidak mendayagunakan, karena faktor kemalasan; minim ikhtiar, apalagi mengkonsumsi minuman keras, narkoba atau zat adiktif lainnya.

8.     Hubungan Ilmu, Amal, dan Iman

Harus dipahami, bahwa ilmu itu yang pertama, setelah itu baru amal. Dokter harus berilmu dulu, sebelum praktik mengobati pasien. Ilmu yang benar melahirkan keselamatan. Ilmu yang salah, menjadi penyebab kegagalan, kehinaan, bahkan kehancuran. Berdasarkan Q.S. al-Hajj/22: 54 Allah Swt. menjelaskan, ‘’Ilmu itu harus dipandu oleh iman, agar jika terjadi keraguan dan kebimbangan, segera kembali kepada sistem keimanan. Sebab, kebenaran itu jelas dan nampak nyata, sebaliknya keburukan juga nyata dan semestinya dihindari.

Itu artinya, ilmu seiring dan sejalan dengan iman, dan dari iman,muncul ketundukan hati dan kepasrahan. Hal ini, sejalan dengan Q.S. Muhammad/47: 19 yang menjelaskan dengan nada perintah, ‘’fa’lam” yang berarti ketahulilah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan, melainkan Allah, dan mintalah ampun bagi dosamu dan bagi orang-orang mukmin. Perhatikan kata ‘’fa’lam’’ didahulukan atas perintah beriman dan beramal.

Imam al-Bukhari dalam Hadisnya meletakkan bab yang berjudul ‘’Bābul ‘ilmi qablal qauli wal amal’’ (Bab ilmu sebelum perkataan dan perbuatan). Para ulama melihat ilmu sebagai syarat sahnya perkataan dan perbuatan. Banyak sekali orang ikhlas, tetapi karena kurangnya ilmu, mereka sering menganggap yang salah jadi benar, dan yang benar jadi salah, atau yang sunnah jadi bid’ah dan yang bid’ah jadi sunnah.

9.     Q.S. ar-Rahmān/55: 33 lengkap dengan terjemahannya danAsbabun Nuzul ayat tersebut

uŽ|³÷èyJ»tƒ Çd`Ågø:$# ħRM}$#ur ÈbÎ) öNçF÷èsÜtGó$# br& (#räàÿZs? ô`ÏB Í$sÜø%r& ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur (#räàÿR$$sù 4 Ÿw šcräàÿZs? žwÎ) 9`»sÜù=Ý¡Î0 ÇÌÌÈ  

Terjemah:

33. Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.

 

Tidak ada sebab khusus (sababun nuzul) tentang turunnya ayat ini, tetapi secara umum, seperti yang dipaparkan M. Quraish Shihab (Pakar Tafsir Indonesia) dalam karyanya berjudul Tafsir Al Mishbah, Surat ini diturunkan, karena tanggapan negatif kaum musyrik Makkah saat mereka diperintah untuk sujud kepada Allah yang ar-Rahmān.

Hal ini sejalan dengan Q.S. al-Furqan/25: 60 yang artinya adalah: Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Sujudlah kepada ar-Rahman,“ mereka menjawab: “Siapakah ar-Rahman itu?” Jika riwayat ini diterima, maka semakin jelas dan tepat jika Surat ini dinamai dengan nama yang populer tersebut.

10.        Isi kandungan Q.S. ar-Rahmān/55 ayat 33

Ø Allah Swt. mengancam kepada jin dan manusia, bahwa kelak di akhirat mereka tidak bisa mengelak akan pertanggung jawaban dari semua nikmat yang sudah diberikan. Meskipun mereka berusaha lari ke segala penjuru langit dan bumi, Sementara langit dan bumi serta alam semesta ini dimiliki dan berada dalam kekuasaan Allah Swt. Jika tidak percaya, silakan menembus dan melintasi ke semua penjuru alam raya ini, pasti mereka tidak mampu melakukan.

Ø Jika saat ini muncul kelompok manusia yang mampu melintasi beberapa planet di angkasa dengan kekuatan dan ilmu yang didapat, itu hanya seberapa, tidak sebanding dengan luasnya alam semesta, dan harus diingat agar menjadi kesadaran bersama, bahwa kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) harus semakin menumbuhkan kesadaran keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Itu artinya, semakin luas dan dalamnya ilmu yang dimiliki, hidupnya harus semakin dekat kepada-Nya, bahwa semuanya merupakan nikmat yang pasti akan diminta pertanggung jawaban.

Ø Didahulukan penyebutan jin baru manusia, karena jin lebih memiliki kemampuan menembus luar angkasa, begitu juga perannya di bumi, meski lebih terbatas (Q.S. Jin/72: 9). Sebaliknya, saat Allah Swt. memberi tantangan untuk membuat semisal Al-Qur’an (Q.S al-Isrā’: 88), penyebutan manusia lebih didahulukan dibanding jin. Hal ini disebabkan kemampuan manusia lebih tinggi dibanding jin, apalagi yang paling ingkar menolak Al-Qur’an adalah jenis manusia.

Ø Sebagian ulama menjadikan ayat ini sebagai isyarat ilmiah bahwa kekuatan dan penguasaan ilmu menjadi hal yang mutlak dimiliki, jika ingin menjadi umat, golongan atau kelompok yang sukses merengkuh dunia, apalagi akhirat, dan Islam sangat menekankan tentang ilmu, baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat. Seperi yang kita dapati sekarang ini, bahwa peradaban maju, pasti berbasis kepada ilmu, termasuk negara-negara maju, disebabkan kemampuan dan kemajuan di bidang ipteknya.

Ø Harus dipahami bahwa majunya sebuah negara (sebut saja Singapura, Korea, Jepang, termasuk beberapa negara Eropa dan Amerika) disebabkan besarnya investasi pada kualitas manusia (sering disebut SDM), termasuk keberhasilan menjelajahi ruang angkasa. Itu semua membutuhkan dana yang tidak sedikit, termasuk kerjasama di pelbagai disiplin ilmu, bahkan antar negara, misalnya ilmu astronomi, teknik, matematika, seni, geologi dan lain-lain.

11. Karakter yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari setelah menelaah materi Q.S. Ali ‘Imrān/3: 190-191 dan Q.S. al-Rahmān/55: 33, serta Hadis tentang berpikir kritis, ilmu pengetahuan dan teknologi

Setelah menelaah materi Q.S. Ali ‘Imrān/3: 190-191 dan Q.S. al-Rahmān/55: 33, serta Hadis tentang berpikir kritis, ilmu pengetahuan dan teknologi, diharapkan peserta didik dapat membiasakan karakter dalam kehidupan sehari-hari, sebagai berikut.

A.     Butir Sikap: Terbiasa menyaring dan menyeleksi informasi yang diterima, sehingga masyarakat menjadi sehat sekaligus tidak terjadi kegaduhan karena termakan berita palsu (hoax).

Nilai Karakter: Religius, tanggung jawab, peduli lingkungan

B.   Butir Sikap: Menjadi kelompok ulil albab, yaitu orang yang gemar mendengarkan pembicaraan, mencari sebanyak mungkin informasi, tetapi berusaha memilah dan memilih informasi tersebut, dan hanya mengambil yang paling baik dan bermanfaat.

Nilai Karakter: Religius, tanggung jawab, peduli lingkungan.

C.  Butir Sikap: Banyak tanda-tanda kebesaran Allah Subhanahu wa Ta'ala yang dibentangkan di langit dan bumi, termasuk pada diri manusia, semua itu harus dijadikan sebagai sarana berpikir bagi umat manusia, khususnya orang beriman, agar dapat mengambil manfaat, faedah, dan hikmah dari keberadaan alam semesta.

Nilai Karakter: Religius, tanggung jawab.

D.   Butir Sikap: Menyadarkan kepada setiap diri, bahwa semakin luas dan dalamnya ilmu yang dimiliki, hidupnya harus semakin dekat kepada Allah Swt., dan semuanya merupakan nikmat yang pasti akan diminta pertanggung jawaban.

Nilai Karakter: Religius, tanggung jawab.

E.   Butir Sikap: Rajin belajar dengan cara selalu membaca secara berulang-ulang, sehingga isi bacaan itu menjadi satu kepribadian yang utuh bagi dirinya sekaligus memberi manfaat bagi pihak lain.

      Nilai Karakter: Tanggung jawab, peduli lingkungan.

Post a Comment for "Pengembangan Materi Ajar: Membiasakan Berpikir Kritis dan Semangat Mencintai IPTEK"